Universitasbestari@gmail.com (0254) 283694 Jl. Ciruas - Walantaka KM 1, Kota Serang, Banten 42183
Dinamika Puasa Ramadhan By Admin Universitas Bestari  15 Mar 2025, 14:14:47 WIB

Dinamika Puasa Ramadhan

Dinamika Puasa Ramadhan (Dari Keutaman Sahur, saat Berpuasa dan Berbuka)

oleh : Firdaus Ahmadi

I. KEUTAMAAN SAHUR.

Adapun mengenai keutamaan sahur, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskannya dalam beberapa hadits di bawah ini:

1. Dalam sahur terdapat barakah

Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur terdapat barakah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitabnya (Fathul Bari, 4/166): 

“Dan yang utama (dari tafsiran barakah yang terdapat dalam hadits) sesungguhnya barakah dalam sahur dapat diperoleh dari beberapa segi, yaitu:

a. Mengikuti Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam.

b. Menyelisihi ahli kitab.

c. Menambah kemampuan untuk beribadah.

d. Menambah semangat.

e. Mencegah akhlak yang buruk yang timbul karena pengaruh lapar.

f. Mendorong bersedekah terhadap orang yang meminta pada waktu sahur atau berkumpul bersamanya untuk makan sahur.

g. Merupakan sebab untuk berdzikir dan berdoa pada waktu mustajab.

h. Menjumpai niat puasa bagi orang yang lupa niat puasa sebelum tidur.


2. Pujian Allah Ta’ala dan doa para malaikat terhadap orang-orang yang sahur

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Makan sahur adalah barakah. Maka janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah satu di antara kalian hanya minum seteguk air. Sesungguhnya Allah ta’ala dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang sahur.” (HR. Ahmad, hadits hasan, lihat Shahihul Jami’ish Shaghir, 1/686 no. 3683)


3. Menyelisihi puasa ahli kitab

Dari ‘Amr bin Al-‘Ash radiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Yang membedakan antara puasa kami (orang-orang muslim) dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Al-Imam Muslim dan lainnya)

Al-Imam Sarafuddin Ath-Thiibi rahimahullah berkata: “Sahur adalah pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab, karena Allah ta’ala telah membolehkan kita sesuatu yang Allah Ta’ala haramkan bagi mereka, dan penyelisihan kita terhadap ahli kitab dalam masalah ini merupakan nikmat (dari Allah Ta’ala) yang harus disyukuri.” (Syarhuth-Thiibi, 5/1584).



II. SAAT SAHUR, SAAT BERISTGHFAR

Allah Ta’ala berfirman, 

وَبِالأٌسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

"Dan tatkala waktu sahur (sebelum subuh) tiba mereka memohon ampun (kepada Allah)."

Surah Adz-Dzariyat: 18


Allah Ta'ala berfirman, 

وَالمُسْتَغْفِرِيٰنَ بِالْأَسْحَارِ

"Dan orang-orang yang memohon ampun (kepada Allah) bila tiba waktu sahur (sebelum subuh/fajar)."

Surah Ali Imran: 17


Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ، يَقُوْلُ: مَنْ يَدْعُوْنِي، فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فأُعْطِيَهُ؟ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فأغْفِرَ لَهُ؟

"Rabb kami Tabaraka wa Ta'ala setiap malam di sepertiga akhir malam turun ke langit dunia. Allah berfirman, 'Siapa yang berdoa kepada-Ku, pasti Aku kabulkan doanya, siapa yang memohon kepada-Ku niscaya Aku penuhi permohonannya, siapa yang memohon ampun kepada-Ku pasti Aku ampuni ia."

(HR. Al-Bukhari, No. 1145 dan Muslim, No. 758)

Waktu sepertiga akhir malam, saat waktu sahur tiba (waktu sebelum fajar atau subuh) termasuk waktu pengabulan doa. Manfaatkan waktu tersebut untuk memperbanyak istighfar, memohon ampun kepada Allah Subhanahu. Manfaatkan untuk menyampaikan permohonan, keluh kesah, gundah gulana yang berkecamuk di dada. Tumpahkan semua kepada Allah Rabbul 'alamin. Ditulis oleh: Al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah 


III. SAAT BERPUASA 

Banyak pelajaran yang bisa didapat dari puasa, bukan saja mengharapkan pahala, karena puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, namun juga yang paling penting menahan nafsu yang bisa merugikan baik diri sendiri, keluarga, teman dan masyarakat pada umumnya.


“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thabrani. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighairih)


“Jika pada hari salah seorang diantara kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membuat kegaduhan dan tidak juga melakukan perbutan orang-orang bodoh. Dan jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” (Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (IV/118, no. 1904), Shahiih Muslim (II/807)

Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي

“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah ta’ala berkata: ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya karena Aku’.” (Shahih, HR. Muslim)

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah ta’ala akan melipatgandakan pahalanya bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya Ta’ala. Padahal kita tahu bahwa Allah ta’ala Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.

Hikmah dari semua ini adalah sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makannya karena Allah Ta’ala. Tidak nampak dalam dzahirnya dia sedang melakukan suatu amalan ibadah, padahal sesungguhnya dia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah ta’ala dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada makanan dan minuman.

Di samping itu dia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa. Semua itu dilakukan karena mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dengan meyakini bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala gerak-geriknya. Di antara hikmahnya juga yaitu karena orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Allah Ta’ala, dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan taqdir-Nya Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya akan dipenuhi bagi orang-orang yang sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.” (Az-Zumar: 10)

Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lainnya dari segala yang diharamkan oleh Allah Ta’ala namun bukan berarti ketika tidak sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini, dan ketika menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah Ta’ala. Bisa jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapatkan faidah apa-apa dari puasanya kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah Allah ta’ala janjikan. Diantaranya:

1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah Ta’ala dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekedar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)


2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Allah, seperti menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara langsung atau tidak langsung seperti melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari bermaksiat kepada Allah Ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah Ta’ala tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (Shahih HR. Al-Bukhari no. 1804)


3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan kepadanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Puasa adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (Shahih, HR. Muslim)

Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya dia akan terjauh dari memulai menghina dan melakukan kejelekan yang lainnya.


IV. MENYEGERAKAN BERBUKA

Dari Sahal bin Sa’d –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (Muttafaqun Alaihi)

Diriwayat oleh At-Tirmidzi, dari hadits Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dari nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Allah ‘azza wa jalla berfirman : Hamba yang paling Aku cintai adalah yang paling menyegerakan berbuka” (Hadits ini dihasankan oleh Attirmidzi dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Faedah Kedua Hadits: 1). Disunnahkannya menyegerakan buka puasa. Para ulama telah sepakat tentang sunnahnya menyegerakan buka puasa jika telah diyakini terbenamnya matahari dengan penglihatan, dengan info yang terpercaya, atau dengan dugaan kuat. 2). Hadits ini menjadi dalil ditetapkannya kebaikan bagi orang yang menyegerakan buka puasa, dan hilangnya kebaikan bagi orang yang mengakhirkannya.

(Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam Rahimahullah, Taudhih Al Ahkam Syarah Bulughul Maram)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber:

https://t.me/faidahassunnahmanado

Artikel ini juga dibuat dari beberapa sumber Literatur lainnya